Minggu, 09 April 2017

Budaya Sasak terus bergerak

Suku sasak merupakan suku asli Lombok, diperkirakan jumlah penduduk asli suku sasak kurang lebih 3 juta jiwa termasuk yang diluar negeri, baik itu yang tinggal dan menetap di luar Negeri maupun yang bekerja disana sebagai TKI.  suku sasak memiliki budaya-budaya yang unik yang masih dilestarikan hingga saat ini. budaya sasak banyak yang di adopsi dari Jawa dan Bali antara lain seperti gamelan, tari-tarian dan juga pewayangan. sementara suku sasak sendiri juga memiliki budaya asli sendiri diantaranya seperti tradisi Baunyale, presean dan tradisi yang paling unik yaitu kawin lari khas suku sasak, namun seiring perkembangan jaman budaya-budaya sasak tersebut kian tergerus dan melenceng dari makna sebenarnya.

Baunyale dahulunya adalah tradisi masyarakat asli sasak bagian selatan, dan merupakan pesta rakyat untuk menangkap nyale, sejenis hewan laut yang menyerupai cacing laut yang berwarna warni, hewan ini tergolong unik karena teksturnya sangat rapuh dan tidak bisa bertahan lama di bawah sinar matahari, kalau terlalu lama maka hewan ini akan cair, rasa nyale tak seperti bentuknya, nyale memiliki rasa yang khas, gurih dan enak untuk dijadikan lauk, warga asli sasak sangat menggemari nyale ini, maka kehadiran nyali ini sangat dinantikan masyarakt sasak di pinggir pantai-pantai selatan setiap tahun nya, nyale muncul pagi hari subuh hingga pajar. dahulu nyale tidak begitu populer bagi suku sasak yang tinggal di daerah perkotaan, mereka gengsi untuk ikut serta baunyale. pandangan mereka mungkin karena nyale adalah binatang yang menjijikan dan hanya untuk orang-orang kampung saja, sehingga yang ikut serta adalah para orang tua, anak-anak dan para  remaja didampingi orang tuanya dan khususnya bagi masyarakat berketurunan pujut atau orang selatan,  namun karena perkembangan jaman pemerintah memfasilitasi acara bau nyale ini dan menjadikanya salah satu budaya yang dilestarikan sebagai warisan daerah. dirayakan setiap tahun disertai pertunjukan-pertunjukan khas sasak yang lain nya. sehingga kehadiran baunyale dihadiri oleh semua kalangan baik itu suku sasak perkotaan maupun dari desa, bukan hanya sasak selatan tapi seluruh dunia pun tau tradisi ini. Namun sayangnya baunyale kini tidak seperti dahulu lagi, kini orang yang datang baunyale bisa datang berdua dengan pacarnya, bebas mau melakukan apa saja yang mereka mau, tidak dijaga dan diawasi orang tua nya. yang hadir bukan karena nyale nya tapi karena keramaian saja. acara yang di adakan juga acara-acara yang bernuansa musik moderen yang lebih banyak dipertontonkan. yang lebih parah lagi acara puncaknya itu ditentukan oleh pemda dan di bantu pemangku adat setempat namun sayangnya acara punycaknya selalu melenceng dari hari puncak keluarnya nyale tersebut. dengan di moderenisasinya acara bau nyale lombok yang khas dengan wisata halal dan islami yang didukung dengan selogan pulau seribu masjid dirasa kurang pas dengan tatacara pelaksanaan baunyale yang kekinian saat ini, nuansa islami sangat kurang dicantumkan pada even tersebut.
tradisi yang Lain adalah presean.
peresean merupakan adu tangkas pria asli sasak dengan beradu pukul menggunakan rotan, dan diberikan tameng untuk menangkis pukulan lawan, bagi pria sasak semangatnya akan bangkit disaat mendengarkan genderang gamelan dan di ikuti pembayun( pembaca naskah lontar sasak) sehingga banyak yang ikut melakukan peresean, pertarungan dilakukan didalam gelanggang yang di keliling para penonton, sorak sorai penonton menambah semaraknya acara tersebut, acara peresean merupakan 100% acara bagi kaum pria sehingga tidak ada perempuan yang ikut serta dalam acara peresean ini. peresean di adakan hanya sekali setahun pada saat musim kemarau saja. dahulu maksud diadakanya bau nyale adalah untuk memohon datangnya hujan. bagi suku sasak  kuno mempercayai dengan diadakan peresean yang apabila salah satu pemainya itu mengalami pecok atau darah yang keluar dari kepala salah satu pemain yang terkena pukulan rotan bisa mengundang hadirnya hujan. dan peresean diadakan hanya beberapa hari saja. namun kini peresean diadakan kapan saja panitianya bekehendak, bahkan dipertandingkan dipanggung gelanggang dan dipertontonkan di tv lokal. Nilai historis peresean sudah mulai tergerus ke arah moderen. tidak jarang berujung pada perkelahian diluar gelanggang dan acara peresean ini dikhawatirkan akan mengakibatkan terjadinya konflik kemasyarakatan karena tata cara pelaksanaan peresean sudah mulai kehilangan makna historisnya.
kemudian adalah tradisi merarik atau kawin lari khas suku sasak.
merarik merupakan suatu keharusan bagi orang sasak namun tradisi merarik ini sangat unik, yaitu dengan cara membawa kabur penganten wanita atau dicuri dari orang tuanya, tapi dengan dasar suka sama suka, tidak jarang terjadi kehebohan dirumah pihak perempuan karena tiba-tiba anak gadisnya hilang. bahkan banyak konflik terjadi karena tradisi merarik ini, terkadang penganten perempuan dijemput paksa keluarganya yang masyarakat sasak menyebutnya tebelas atau dipisahkan, saat inilah saat yang paling mendebarkan... bisa perang saudara dan saling bunuh bila tidak terselesaikan. itu semua sebenarnya tidak akan terjadi bila kembali merujuk pada makna dan tatacara merarik yang sebenarnya. bagi pasangan yang merarik itu sebenarnya memiliki proses yang panjang. bukan sekedar suka dan bawa kabur, proses awalnya adalah saling suka sama suka, namun kedua pasangan harus menahan diri, dan harus taat pada aturan adat yang tidak memperbolehkan mereka untuk saling pandang terlalu lama apalagi pegangan tangan. jarak mereka harus jauh, apabila sipria suka dengan gadis sasak maka sang pria harus datang midang atau berkunjung kerumah sigadis, midang ini memiliki peraturan, sipria harus duduk agak jauh dengan sigadis jarak kurang lebih 2 sampai 3 meter. dan si pria tidak boleh merubah posisi duduknya, apa bila itu terjadi maka sipria bermakna sudah mau pulang. bagi gadis Sasak harus bersikap adil pada semua pria sasak, yaitu memberikan hak yang sama pada mereka. meskipun sigadis suka salah satu pria tapi dia harus bisa menyembunyikanya. apabila pria datang midang dan pria yang lain datang maka pria pertama harus mengalah istilah ini disebut telampuh. apabila pria yang dilampuh tidak mau pergi juga maka bermakna itu merupakan tantangan perkelahian bagi pria yang melampuh tersebut, maka besiap-siaplah untuk berkelahi saat pulang. peroses midang ini bisa dilakuka cukup lama artinya sampai orang tua sigadis kenal sama calon menantunya tersebut. sipria harus sering memberikan buah tangan buat sigadis supaya orang tua sigadis yakin bahwa dia itu benar-benar serius. sipria sering membantu pekerjaan sang calon mertua melakukan pekerjaan rumah ataupun sawah intinya si pria harus berusaha untuk menunjukan kebaikan dan keseriusanya pada calon mertua. midang hanya dilakukan pada malam hari, waktu dan batas waktunya sudah di tentukan yaitu setelah magrib dan batasnya sampai jam 9 malam. tidak boleh ada kontak kulit antara gadis dan pria. harus benar2 dijaga. dan yang terjadi saat ini sungguh jauh dari proses2 merarik tersebut. mereka bisa bertemu kapan saja dan dimana saja. si pria tidak pernah datang kerumah sigadis untuk perkenalkan diri tiba-tiba langsung bawa kabur anak orang. sekarang sigadis bisa hanya kenalan lewat media sosial dan bisa langsung menikah. si gadis tidak menjaga perasaan pria lain yang suka denganya tanpa memberikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaanya. pacaran ibarat sudah menikah dia hanya milik pacarnya. maka merarik atau kawin lari tidak lagi cocok untuk diterapkan bagi suku sasak sekarang ini karena proses merarik yang sebenarnya  sudah jauh melenceng dari adat kerama suku sasak...
demikin ulasan singkat  saya kali ini, kalau ada yang salah atau kurang tepat mohon untuk kiranya dilengkapi dan diperbaiki... semoga bermanfaat....

0 komentar:

Posting Komentar